Di dalam Al Quran Allah SWT telah
berfirman :
“Setiap yang
ada di atas muka bumi ini akan binasa dan yang kekal hanyalah zat Tuhan yang
Maha Mulia dan Maha Besar.” [Ar Rahman : 27]
“Setiap yang
bernyawa akan menemui kematian.” [Al Anbiya : 35]
“Sesungguhnya
mati yang kamu ingin lari daripadanya itu ia akan menemui kamu.” [Al Jumu’ah :8]
Demikianlah ketiga ayat di atas memberi
pengertian kepada kita bahwa dunia ini dan juga kita akan mengalami kiamat.
Sebelum dunia ini mengalami “kiamat kubra” (kiamat besar) maka secara
berangsur-angsur dunia ini dikiamatkan secara kecil-kecilan, umpamanya pohon
yang tumbang karena badai, bangunan yang runtuh karena gempa bumi atau
makhluk-makhluk Allah SWT yang binasa dan musnah karena bencana alam.
Begitu juga manusia setiap hari ada yang
menemui kematiannya. Adakalanya kematiannya disebabkan oleh sakit, tertabrak
kendaraan, bunuh diri, mati disebabkan oleh peperangan dan berbagai lagi bentuk
atau cara manusia menemui kematiannya.
Sudah menjadi “sunatullah” bahwa Allah
SWT hendak menjadikan sesuatu itu dengan sebab-sebab yang tertentu. Dan matinya
manusia dengan berbagai-bagai cara itu diibaratkan sebagai kiatam secara
kecil-kecilan untuk sementara menunggu kiamat besar.
Allah SWT telah mentakdirkan bahwa dunia
ini adalah negara sementara waktu yang tidak kekal bagi manusia. Manusia yang
dilantik oleh Allah SWT di dunia ini adalah sebagai khalifah atau duta-Nya di
dunia yang sementara waktu. Sementara itu kehidupan manusia di dunia adalah
sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Begitu juga Allah SWT telah menetapkan
bahwa disamping dunia yang hanya untuk sementara waktu, ada akhirat sebagai
tempat yang kekal abadi. Manusia bukan menjadi warganegara dunia yang tetap,
melainkan sebagai duta Allah SWT sebelum mengalami kehidupan akhirat yang kekal
abadi atau lebih tepat lagi bahwa manusia ini adalah warganegara akhirat, sebab
manusia akhirnnya akan menuju juga ke akhirat.
Siapapun juga orangnya, ia pasti akan
menuju ke akhirat. Yang suka akan sampai ke akhirat, yang tidak sukapun pasti
sampai juga ke akhirat. Orang yang ingat kepada akhirat akan pergi ke akhirat,
orang yang tidak ingatpun pasti akan pergi juga ke akhirat.
Semua manusia akan menghadapi kehidupan
di akhirat, mau tidak mau. Oleh karena itu sewaktu kita diamanahkan sebagai
duta atau wakil Allah SWT di atas muka bumi ini hendaklah kita mengatur diri
kita, rumahtangga kita, ekonomi, pendidikan, politik, negara dasn seterusnya
alam sejagat, hingga selaras dengan peraturan yang datang dari Allah SWT. Atau
lebih tepat lagi hendaklah semua aspek berdasarkan kepada Al Quran dan sunnah
Rasulullah SAW. Hal yang fardhu atau sunat hendaklah sungguh-sungguh
ditegakkan. Begitu juga dengan hal yang haram dan makruh hendaklah kita jauhi
sungguh-sungguh. Dan dari hal yang mubah hendaklah dijadikan sebagai amal bakti
(ibadah) kita kepada Allah SWT.
Apabila kita telah berhasil mengatur
diri kita, rumahtangga kita, masyarakt kita dan seterusnya persoalan alam
sejagat dengan segala peraturan yang datang dari Allah SWT, maka itulah yang
dikatakan sebagai amal bakti atau amal sholeh.
Hal inilah yang hendak kita bawa dan
persembahkan di hadapan Allah SWT di akhirat nanti. Inilah yang dikatakan
pengabdian diri kepada Allah SWT. Sebuah konsep ibadah di dalam ajaran Islam
adalah luas. Dan hendaklah kita ingat bahwa persoalan rukun iman yang lima itu adalah merupakan
ibadah yang asas dan yang menjadi tapak dalam ajaran Islam.
Apabila setiap amal bakti kita, usaha
dan ikhtiar kita baik kecil atau besar dan juga setiap perjuangan dan jihad
kita selaras dengan Al Quran dan sunnah, maka itulah yang dikatakan sebagai
amal taqwa. Amalah taqwa itulah yang merupakan bekal kita yang paling baik lagi
teguh untuk menjalani kehidupan di akhirat nanti., Ini bertepatan sekali dengan
firman Allah SWT yang artinya :
“Berbekallah,
sebaik-baik bekal (untuk dibawa ke akhirat ialah taqwa.” [Al Baqarah: 197]
Amal taqwalah yang bakal menyelamatkan
kita dari neraka dan sebab untuk kita masuk ke dalam syurga Allah SWT. Sebab
itu hendaklah kita senantiasa berbekal sewaktu kita menjadi duta dan wakil
Allah SWT sewaktu berada di dunia ini. Apa saja pekerjaan dan perbuatan kita
hendaklah dijadikan sebagai ibadah yang merupakan amalah taqwa.
Apabila dunia hendak dikiamatkan oleh
Allah SWT, maka di kala itu tidak terdapat seorang pun orang Mukmin, bahkan
tidak ada seorang pun yang menyebut perkataan ALLAH. Mereka inilah yang akan
dikiamatkan kubra oleh Allah SWT nnanti. Mereka nantinya akan terkejut
menghadapi persoalan kiamat yang begitu hebat sekali. Itulah yang dikatakan
sebagai “sangkakala” yang pertama. Maka di kala itu musnah, punah, dan
huru-haralah bumi dan seluruh alam sejagat.
Ditiupnya sangkakala yang kedua
menghidupkan seluruh makhluk yang bangkit dari kubur dalam keadaan tanpa
berpakaian. Disamping itu manusia juga dihidupkan sesuai dengan tabiat atau
perilaku mereka masing-masing sewaktu di dunia. Artinya bentuk dan rupa mereka
mengikuti seperti apa bentuk kehidupan yang mereka jalani sewaktu di dunia ini.
Seandainya sewaktu hidupnnya di dunia
suka menipu, berdusta, pembelit seperti ular, maka ia akan dirupakan Allah SWT
seperti ular. Jika tabiatnya sewaktu hidup seperti serigala, maka ia akan
dibangkitkan seperti serigala. Jika hidupnya sewaktu di dunia seperti babi,
maka ia akan dirupakan seperti babi juga. Begitu juga sekiranya hidup di dunia berperangai
seperti anjing, maka ia akan dirupakan seperti anjing.
Setelah itu seluruh makhluk akan dihalau
ke suatu padang
yang dinamakan “Padang Mahsyar”. Yaitu suatu padang tempat berhimpunnya seluruh makhluk
Allah SWT terutamanya manusia, yang dimulai dari Nabi Adam a.s hingga akhir
manusia yang belum kita ketahui siapa adanya. Di Padang Mahsyar inilah
berkumpulnya seluruh makhluk dan ini merupakan suatu perhimpunan raksasa yang
belum pernah wujud sebelumnya.
Terlalu banyaknya makhluk yang
berkumpul, menyebabkan keadaan saat itu terlalu berdesakan bahkan untuk duduk
pun tidak bisa. Umpama tumpukan rokok yang berada di dalam kotak rokok. Ini
disebabkan oleh karena terlalu ketat dan padatnya manisa saat itu. Sementara
matahari berada hanya sejengkal diatas kepala manusia. Maka sudah tentu suasana
ini menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan kepada manusia dan seluruh makhluk
Allah SWT.
Walaupun manusia seluruhnya diwaktu itu
dalam keadaan tanpa berpakaian, namun masing-masing tidak mempedulikan diri
orang lain. Ini disebabkan oleh huru-hara dan kesulitan yang menimpa manusia.
Manusia di kala itu hanya memikirkan diri mereka masing-masing karena terlalu
bimbang dan takut menghadapi hari akhirat.
Kemudian manusia yang begitu bannyak itu
dibariskan oleh Allah SWT sebanyak 120 barisan. Mungkin timbul di dalam fikiran
kita, di antara 120 barisan itu berapa banyaklah yang matinya membawa iman ?
Sebab di dalam Al Quran Allah SWT menjelaskan :
“Sedikit sekali
hamba-Ku yang bersyukur”. [QS. Saba ’ : 3]
Sebenarnya, hanya tiga barisan saja di
antara sekian banyaknya manusia yang matinya membawa iman. Inilah diantara
mereka yang dianggap sebagai orang yang beriman. Sementara 117 berisan yang
lain itu adalah terdiri dari orang-orang kafir dan mereka kekal di dalam
neraka.
Jelaslah bahwa hanya tiga barisan saja
yang membawa iman, sementara yang lainnya itu matinya dalam keadaan kafir dan
menyekutukan Allah SWT.
Oleh karena iman manusia di antara satu
sama lain tidak sama, maka Allah SWT membagi tiga barisan ini kepada empat
barisan pula atau kita katakan bahwa mereka yang mati membawa iman itu dibagi
dalam empat golongan:
- Golongan
“Bi ghairi hisab” (golongan yang tidak dikenakan hisab)\
- Golongan
“Ashabul yamin” (golongan yang menerima suratan di tangan kanan)
- Golongan
“Ashabus syimal” (golongan yang menerima suratan di tangan kiri)
- Golongan
“Ashabul A’raf” (golongan yang berada diantara syurga dan neraka)
Adapun golongan “Bi ghairi hisab” adalah terdiri dari para nabi dan rasul dan pada aulia Allah (kekasih Allah). Para aulia Allah
adalah mereka yang memang bersungguh-sungguh menjaga setiap perintah dan
larangan dari Allah. Mereka begitu menjaga hal yang wajib dan sunat dan sungguh
meninggalkan hal yang haram bahkan hal yang makruh pun mereka tinggalkan.
Selain dari itu, mereka yang termasuk
dalam golongan “Bi ghairi hisab” ini adalah para syuhada (orang yang mati syahid). Mereka adalah golongan orang “Muqarrabin” yang artinya orang yang
terlalu dekat dengan Allah SWT disebabkan pengorbanan mereka dalam menegakkan
agama Allah SWT. Bahkan nyawapun sanggup mereka korbankan semata-mata untuk
mempertahankan agama Allah SWT. Sebab itu tidak heran mengapa mereka mendapat
kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.
Orang yang
terlalu sabar juga
termasuk dalam golongan ”Bi ghairi hisab”. Sabar itu terbagi dalam tiga bagian
:
- Sabar
melaksanakan perintah dari Allah SWT
- Sabar
menjauhi larangan dari Allah SWT
- Sabar
menghadapi segala ujian dari Allah SWT
Sabar melaksanakan perintah Allah SWT
bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Termasuk sabar
melaksanakan perintah Allah SWT ialah seperti sabar mengerjakan shalat,
berpuasa, berjuang, dan sebagainya. Semuanya itu bukan hal yang mudah untuk
dilaksanakan. Sekiranya kita berhasil sabar melaksanakan perintah dari Allah
SWT, maka lebih sukar lagi bagi kita untuk sabar menjauhi larangan dari Allah
SWT. Terutama untuk bisa sabar menjauhi larangan Allah SWT pada maksiat
pandangan mata.
Setelah kita bersabar terhadap segala
larangan Allah SWT, maka lebih sukar lagi bagi kita untuk sabar menerima ujian
dari Allah SWT. Kita dituntut untuk bisa sabar terhadap ujian-ujian dari Allah
SWT kepada manusia seperti sakit, miskin, difitnah, kematian akan isteri,
kematian ibu ayah dan sebagainya. Itu semuanya adalah ujian yang Allah SWT
datangkan kepada manusia untuk menguji manusia, siap diantara mereka yang
paling baik amalannya di sisi Allah.
Manusia hendaknya bersabar dan redha
terhadap ujian-ujian tersebut. Karena ujian yang Allah SWT datangkan kepada manusia
itu hakikatnya adalah didikan secara langsung dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Kebanyakan manusia dididik melalui manusia yang lain melalui zahirnya. Tetapi
pada hakikatnya yang mendidik manusia adalah Allah SWT sendiri. Dan ujian-ujian
yang menimpa manusia sebenarnya adalah didikan secara langsung dari Allah SWT.
Oleh karena itu kita sebagai hamba-Nya
hendaklah bersabar dan redha. Sebab sebagaimana yang kita tahu ujian-ujian yang
datang dari Allah SWT sekiranya kita bersabar, sebenarnya ini merupakan kasih
sayang dari Allah SWT kepada hambanya. Hal itu juga merupakan penghapusan dosa
dari Allah SWT sekiranya kita bersabar. Demikian juga ia merupakan derajat dan
pangkat yang akan Allah SWT kurniakan bagi manusia yang mau menerima didikan
secara langsung dari Allah SWT seperti ini.
Seringkali, apa yang manusia mau ialah
didikan melalui manusia yang lain seperti dari para tuan guru, ustaz, alim
ulama dan sebagainya. Kebanyakan manusia memang tidak menginginkan sama sekali
untuk mendapatkan didikan langsung dari Allah SWT seperti ini karena tidak
dapat bersabar dan redha menghadapinya.
Ingatlah, seandainya manusia tidak
berhasil dididik secara langsung dari Allah SWT, maka janganlah diharapkan ia
berjaya untuk menerima didikan dari manusia yang lain. Sebab itu kita melihat
betapa kuatnya ujian yang menimpa para nabi dan rasul, karena sebenarnya itulah
didikan secara langsung dari Allah SWT kepada mereka.
Oleh karena itulah tidak heran bagaimana
kuatnya iman para nabi dan rasusl semuanya. Sebab mereka menerima didikan atau
pimpinan secara langsung dari Allah SWT.
Jauh berbeda dengan keadaan kita yang
justru tidak senang apabila menerima ujian dari Allah SWT sedangkan itu
merupakan didikan secara langsung dari Allah SWT. Sedangkan seandainya kita
berhasil menghadapi itu semua, maka kita akan termasuk dalam golongan “Bi
ghairi hisab” di akhirat kelak.
Dan termasuk juga dalam golongan ini di
akhirat kelak ialah orang fakir yang mana ia bersabar dengan kefakirannya.
Mereka ialah orang yang tidak mempunyai apa-apa pun harta benda di dunia. Apa
yang ada pada mereka hanyalah pakaian yang sehelai sepinggang. Sebab itu mereka
tidak dihisab di akhirat kelak. Bagaimana mungkin mereka akan dihisab sementara
apa yang ada pada diri mereka hanyalah pakaian yang melekat di badan.
Disamping itu, termasuk dalam golongan
“Bi ghairi hisab” ini ialah orang ahli
makrifat. Yaitu orang yang begitu kenal dengan Allah SWT. Oleh karena
mereka terdiri dari orang yang kenal akan Allah, maka hati mereka setiap masa
senantiasa ingat akan Allah SWT. Hatinya juga setiap masa terasa hebat tentang
kebesaran dan keagungan Allah SWT. Begitu juga hatinya itu setiap maa
senantiasa terasa rindu kepada Allah SWT.
Apabila kiat ukur diri kita dengan
mereka, terasa sekali jauh perbedaannya. Mereka adalah orang yang senantiasa
mengingati Allah SWT, sedangkan kita senantiasa lalai dan durhaka kepada Allah
SWT. Bukan suatu hal yang mudah untuk senantiasa ingat akan Allah SWT.
Sedangkan sholat yang disebutkan oleh Allah SWT sebagai mengingati-Nya pun tidak
dapat kita mengingat Allah SWT, lagilah di luar sholat kita akan semakin tidak
dapat mengingati Allah SWT.
Jelaslah bahwa untuk menjadi ahli
makrifat yaitu orang yang benar-benar kenal Allah SWT bukanlah suatu hal yang
mudah. Ianya merupakan suatu hal yang amat susah untuk dicapai oleh kita yang
memang senantiasa lalai terhadap Allah SWT.
Itulah diantara orang-orang yang
termasuk di dalam golongan “Bi ghairi hisab” di akhirat kelak. Cobalah ukur
diri kita, apakah kita termasuk dalam golongan ini ?
Adapun golongan “Ashabul yamin” atau golongan orang yang menerima kitab dari tangan
kanan ialah golongan orang-orang soleh, abrar ataupun golongan “muflihun”.
Adapun golongan “Ashabul yamin” yaitu orang-orang yang memiliki sekurang-kurangnya Iman ayan dan mereka
juga adalah orang yang amal kebajikannya
melebihi kejahatannya. Sungguh pun
golongan ini terlepas dari azab neraka,
namun mereka tidak terlepas menerima
hisab dari Allah SWT. Mereka agak lambat untuk menempuh “Siratul mustaqim”
disebabkan oleh pemeriksaan terhadap mereka.
Diterangkan bahwa di atas titian
“Siratul Mustaqim” terdapat lima
tempat pemeriksaan. Dan lima
tempat pemeriksaan itu dijaga oleh para malaikat yang tugasnya memeriksa setiap
hamba Allah. Bayangkanlah bagaimana sekiranya kita terhenti di kelima-lima
tempat pemeriksaan itu ? sedangkan sehari di akhirat dinisbahkan dengan hari
dunia adalah selama seribu tahun.
Sebab itu tidak heran mengapa
orang-orang “Muqarrabin” itu tidak mau menjadi orang soleh. Sebab orang soleh,
walaupun masuk ke syurga, terpaksa dihisab terlebih dahulu. Ini sudah tentu
menyusahkan mereka. Sebab itu mereka lebih suka untuk mati syahid dalam
mempertahankan agama Allah SWT. Sebab orang yang mati syahid, langsung
dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam syurga.
Terpaksa terhenti untuk dihisab di
“Siratul Mustaqim” adalah merupakan penderitaan dan azab bagi golongan
muqarrabin. Sebab itu di dalam kitab terutama kitab-kitab Tasawuf ada
diterangkan bahwa kebaikan yang dibuat oleh orang abrar/orang soleh adalah
merupakan kejahatan bagi golongan muqarrabin. Bagi golongan muqarrabin, sesuatu
hal yang dianggap halal tetapi menyebabkan akan dihisab, itu adalah suatu
kejahatan.
Untuk mengukur mudah atau tidaknya
menjadi orang yang soleh, marilah kita lihat kenyataan Al Imam Ghazali. Al Imam
Ghazali mengatakan bahwa orang yang hendak menjadi orang yang soleh itu
mestilah 24 jam yang Allah SWT untukkan kepadanya, mestilah 18 jam diisi dengan
alam baik. Cuma 6 jam saja masanya itu digunakan untuk melakukan hal yang
mubah.
Adapun golongan yang ketiga yaitu “Ashabul syimal” yaitu golongan yang
akan menerima kitab dari tangan kiri. Mereka ini ialah orang Mukmin yang ‘Asi atau Mukmin yang durhaka. Kejahatan
mereka lebih berat dari kebaikan yang mereka lakukan. Mereka ini akan
dimasukkan ke dalam neraka dahulu, sebelum dimasukkan ke dalam syurga. Mereka
dimasukkan ke dalam neraka sebagai berdasarkan kepada dosa dan maksiat yang
mereka lakukan. Setelah tamat penyiksaan mereka di neraka, barulah mereka akan
dimasukkan ke dalam syurga.
Adapun golongan yang akhir ialah
golongan “Ashabul A’raf” yaitu
golongan yang amal kebaikan dan
kejahatannya itu sama banyak. Golongan ini walaupun mereka terselamat dari masuk ke neraka, tetapi
mereka lebih lambat masuk ke syurga daripada golongan “Ashabul yamin” yang
setelah menempuh sirotul mustaqim, tidak ada halangan lagi untuk masuk ke
syurga. Tetapi bagi golongan “Ashabul A’raf”, setelah mereka menempuh “Sirotul
mustaqim” mereka masih lagi dihadang untuk ke syurga.
Mereka akan didera oleh Allah SWT di
hujung “Sirotul mustaqim”. Bagaimana deraan Allah SWT terhadap mereka ? Deraan
yang dikenakan Allah SWT kepada golongan “Ashabul A’raf” ialah diperintah
supaya mereka meminta satu amal kebajikan kepada penghuni syurga. Sesiapa dari
golongan mereka yang diberi oleh penghuni syurga satu amal kebajikan, maka dia
diperbolehkan untuk masuk ke syurga. Maka mondar-mandirlah mereka untuk meminta
belas kasihan penghuni-penghuni syurga. Setelah sekian lama, maka barulah Allah
SWT masukkan ke dalam hati penghuni syurga untuk memberikan kepada mereka satu
amalan kebajikan.
Tetapi anehnya, orang yang mempunyai
banyak amal kebajikannya tidak mau langsung memberikan satu amalan kebajikannya
kepada golongan ini. Sebaliknya mereka yang memberikan amal kebajikannya ialah
orang yang mempunyai lebih satu saja amalan kebajikannya.
Maka Allah SWT pun berfirman kepada
golongan ini yang antara lain,
“Sekiranya kamu
hamba-hamba-Ku yang mempunyai lebih satu amalan kebajikan, begitu pemurah
kepada hamba-hamba-Ku dan terus ke syurga, maka sesungguhnya Aku lebih pemurah
dari itu.”
Maka dengan ini hamba Allah yang pemurah
itu pun dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT di syurga. Inilah kelebihan yang
dikaruniakan oleh Allah SWT kepada mereka di akhirat.
Dari uraian-uraian yang dijelaskan di atas
marilah kita membuat ukuran di golongan manakah kita berada ? Apakah kita berada di golongan “Bi ghairi
hisab”? “Ashabul yamin”? “Ashabus syimal”? atau “Ashabul A’raf”?