02. MENGAPA MANUSIA HIDUP

Hari ini kita sangat kurang memahami ajaran Islam, oleh karena itu kita hidup dalam gelap gulita, dalam suasana yang tidak ada panduan. Dengan begitu bukan saja kita akan terjun ke neraka, tapi sejak di dunia lagi kita telah berada dalam neraka.

Suatu hal yang menjadi asas dalam ajaran Islam, yaitu mengapa manusia hidup. Merupakan satu pertanyaan yang memerlukan satu jawaban yang tepan. Karena jika musia yang hidup di muka bumi Tuhan ini tidak dapat memberi jawaban yang betul, Manusia itu tak pandai hidup. Mereka sekedar pandai maju, pandai berkebudayaan tapi tak pandai hidup. Jika manusia gagal hidup di dunia, maka manusia akan gagal hidup di akhirat.

Karena itu bagaiman kita memperoleh jawaban yang tepat ? Ada orang mengatakan, kita tanya saja pendapat akal. Kalau kita lihat pertanyaan itu mudah tapi jawabannya berat. Bukan saja akal tidak mampu memberikan jawaban yang tepat. Bahkan bila beberapa orang memberikan jawaban menurut akal masing-masing, maka akan timbul perbedaan pendapat. Jadi kalau kita bertanya pada akal, maka akal tidak mampu, karena akal kedudukannya lemah, tidak semua dapat difikirkan terutama yang berkait dengan hal-hal yang ghaib, hari akhirat, syurga neraka dll, walaupun manusia itu mempunyai akal yang pintar sekalipun.

Kita sebagai orang Islam memiliki panduan hidup yang diberikan Allah kepada kita, yaitu yang terdapat di dalam Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Jadi supaya kita tidak meraba-raba, supaya tidak letih akal kita berfikir, supaya kita tidak mencari-cari, lebih baik kita bersandar dengan apa yang telah Allah beri kepada kita. Itulah jawaban yang tepat menurut Al Quran yang patut menjadi pegangan kita, yang menjadi keyakinan kita, serta amalan perjuangan kita, supaya kita mendapat keselamatan.

Dalam Al Quran disebutkan sesungguhnya yang benar itu datang dari Allah. Sebab itu kita terima sajalah jawaban dari Allah. Semoga dengan begitu kita dapat keselamatan di dunia dan akhirat.

Allah telah memberikan jawaban kepada kita,
“Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (beribadah) kepadaKu”

Dengan ayat Al Quran tersebut yang merupakan wahyu yang diturunkan kepada Rasul untuk umat yang paling akhir, disebutkan kita diciptakan oleh Allah adalah untuk beribadah, ataupun untuk mengabdikan kepada Allah, dengan kata lain untuk tunduk dan patuh pada perintah Allah.

Dengan ayat tersebut, maka dalilnya kuat, hujjahnya pun kuat. Tapi yang sebenarnya kalau kita bahas secara akal, secara mantiq atau secara psikologi, maka akal kita pun mengakui patut manusia menyembah Allah. Akal menyatakan setuju, bahkan hati kecil juga ikut setuju untuk menyembah Allah.

Secara akal, secara perasaan, secara mudah, dapat dibuktikan bahwa akal setuju dan hati pun setuju manusia menyembah Allah, selain dalil yang kuat dari Al Quran. Contohnya, bagaimana kalau ada orang yang memanggil kita, saudara adalah hamba Allah. Bagaimana perasaan kita, bagaimana rasa hati kita kalau orang panggil kita hamba Allah. Akal mau menerima, hati kecil juga turut setuju, walaupun pada pelaksanaannya kita tidak pernah menyembah Allah. Walaupun kita tidak pernah membesarkan Allah, tak pernah patuh, tapi hati kita terhibur dengan sebutan hamba Allah.

Mengapa akal setuju, dan hati kecil dapat menerima, sebab karena Allah jadikan kita memang untuk menjadi hambaNya. Jadi apa yang disetujui oleh Allah, disetujui oleh akal dan hati. Sebaliknya apa yang disetujui oleh akal dan hati, disetujui oleh Allah.

Tapi bagaimana kalau suatu ketika, orang memanggil kita, saudara adalah hamba mobil, hamba wanita, hamba rumah, hamba nafsu. Bagaimana pendapat akal kita, bagaimana rasa hati kita. Akal kita tak setuju, bahkan hati tak setuju. Bukan hanya tak setuju, tapi hati pun rasa sakit. Kalau orang tuduh kita hamba selain Allah, kalau selama ini sudah sakit, bahkan mungkin dapat meninggal dengan seketika.

Mengapa ? akal tidak setuju, hati tak setuju, karena Allah tidak setuju apa yang tidak disetujui oleh akal dan hati. Dan sebaliknya apa yang tidak disetujui oleh akal dan hati, tidak disetujui oleh Allah.

Karena itu mau tidak mau, kita mesti menyembah Allah karena Allah bersetuju, akal bersetuju dan hati bersetuju. Jadi kalau manusia tidak mau menyembah Allah, tidak mau mengabdikan diri pada Allah, tidak mau tunduk dan patuh pada Allah, dia bukan saja menentang Allah, bahkan menentang akal dan hatinya, hakikatnya orang itu menentang dirinya sendiri. Kalau orang itu menentang dirinya sendiri, dia tidak akan dapat kebahagiaan, walaupun pangkatnya tinggi, rumahnya besar, jabatannya tinggi dan hartanya banyak.

Buktinnya banyak. Kita lihat hari ini bangsa-bangsa yang dikagumi karena banyak kemajuan di bidang ekonomi, membangun, banyak orang terkenal, tapi sebagian besar penduduknya mati bunuh diri, ada yang 50 %, 60 %, bahkan 75 %. Mereka sudah kehilangan kebahagiaan. Kebanyakan mereka orang yang terkenal tapi hidupnya frust.

Mengapa terjadi demikian ? karena mereka sama sekali tak mengenal Allah, tidak mau menyembah Allah. Mereka menentang dirinya sendiri sehingga tak dapat kebahagiaan. Karena itu kita mesti mengenal dan menyembah Allah, untuk selamat di dunia dan akhirat.

Tentu ada sebagian hati kecil kita berkata, kalau benarlah manusia itu patut menyembah Allah, mengapa hati kecil kita selama ini tidak mengajak menyembah Allah, tidak mengingatkan kita menyembah Allah. Sebabnya, selama ini di dalam diri manusia ada 2 musuh batin yang senantiasa mempengaruhi hati dan akal manusia, yaitu syaitan dan hawa nafsu, yang selalu menggoda manusia, membawa manusia pada jalan kesesatan.

Dalam Al Quran disebutkan :
“Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang sangat nyata”

Tentang nafsu Allah juga berfirman :
“Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak manusia pada kejahatan”

Karena dalam hati manusia itu ada 2 musuh batin, maka hati manusia terus lalai dan durhaka kepada Allah. Kalau takdirnya syaitan dan hawa nafsu tidak ada, maka tentulah manusia akan kenal dengan Allah, cinta dengan Allah, bahkan tenggelam dalam kecintaan pada Allah karena fitrah manusia sejak sebelum ditiupkan roh telah mengenal Allah, Allah yang patut disembah dan dibesarkan.

Selain itu kalau kita kaji dengan hati dan akal yang jernih, kita juga membaca sejarah maka bukanlah sudah menjadi sunnatullah, sudah ditakdirkan oleh Allah, manusia di mana saja berada, di peringkat mana pun, apa yang Allah takdirkan, walau bagaimana pun hebatnya, kita tidak dapat mengelak dari bala bencana, ataupun dari perkara yang tidak disukai oleh manusia.

Bala bencana, ujian dan musibah itu ditimpakan kepada semua orang baik orang yang muslim maupun orang yang kafir, baik orang yang taat maupun yang durhaka. Misalnya siapakah manusia yang dapat mengelakkan diri dari miskin, kalau tak miskin harta, miskin jiwa. Miskin jiwa lebih parah sebab manusia selalu merasa tak cukup. Karena iman lemah walaupun uang banyak selalu merasa kurang. Lebih parah lagi sudahlah miskin harta, miskin jiwa.

Kalaulah manusia itu dapat mengelak dari miskin, maka dapatkah mengelakkan diri dari sakit. Bahkan dokter pun banyak yang ditimpa penyakit. Inilah keadilan Allah, sakit ditimpakan pada semua orang. Sakit sebagai utusan dari Allah untuk mengingatkan manusia. Kalau tidak miskin, tidak sakit, dapatkan manusia mengelak dari fitnah dan umpatan orang. Manusia tidak dapat mengelak dari kesusahan yang ditimpakan oleh manusia lain, bahkan banyak yang kena bunuh.

Selain itu dapatkah manusia mengelak dari bencana alam, angin, badai, petir, dll. Atau apakah kita dapat mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anak. Tak ada manusia yang mau, tapi Allah timpakan juga. Tidak ada manusia yang dapat melepaskan diri dari ujian hidup. Semua manusia kena, yang kafir kena, orang Islam pun kena. Yang sembah Allah kena, yang tidak sembah Allah pun kena. Yang taat kena, yang durhaka pun kena uji. Kalaulah bala bencana itu rata, semua manusia merasakan, maka tentu lebih baik jadi orang mukmin yang diuji daripada orang kafir diuji juga. Lebih baik orang yang menyembah Allah diuji daripada orang durhaka diuji juga.

Tidak pernah terjadi dalam pengalaman kita, yang kena uji itu semua yang baik-baik, yang menyembah Allah, yang patuh kepada Allah sedangkan yang kafir tak pernah sakit, tak pernah miskin, tak pernah disusahkan orang. Tapi dalam pengalaman kita, semua orang merasakan.

Karena itu lebih baik kita ditimpa bencana dalam menyembah Allah, sebab orang mukmin yang sejati, kalau ditimpa sedikit kesusahan dari Allah, maka kalau ia ada sedikit dosa, maka kesusahan itu adalah sebagai penghapusan dosa. Allah hukum di dunia sebelum dihukum di akhirat, sebab hukum di akhirat lebih berat. Tapi kalau orang mukmin itu tidak berdosa dan dia redha dengan ujian, maka itu merupakan peningkatan derajat dan pangkat dari Allah. Kalau orang itu durhaka terlebih lagi kafir, maka ujian itu merupakan kutuk Allah di dunia dan akhirat. Di dunia sudah ditimpakan neraka dunia, di akhirat akan ditimpakan neraka yang lebih berat lagi, boleh jadi kekal abadi.

Jadi tidak ada alasan untuk kita tidak menyembah Allah. Kalau kita katakan kalau sembah Allah nanti miskin, maka kita tidak menyembah Allah pun jadi miskin. Kalau kita baca berita-berita bunuh diri, yang kena tembak setiap hari ada, yang kecelakaan jalan raya, maka bukan saja orang yang taat terkena, yang tak kenal Allah pun kena.

Cuma karena akal dan hati kita tak dapat menilai, sudah diganggu oleh syaitan dan hawa nafsu, maka kita sudah tidak kenal dan menyembah Allah. Padahal kalau kita dapat menilai, betapa bala itu diratakan kepada semua manusia, maka mengapa kita takut susah, takut miskin karena menyembah Allah.

Cara menyembah Allah ada 3 bagian,
  1. Ibadah yang asas : mempelajari, memahami, meyakini, rukun iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan rukun islam.
  2. Ibadah fadhailul amal : Amalan-amalan yang utama seperti puasa Senin Kamis, shalat tahajud, shalat sunat rawatib, membaca ayat-ayat tasbih, tahmid, tahlil, membaca shalawat, dll
  3. Ibadah yang umum, yang lebih luas, seluas dunia, yaitu ibadah yang mubah jadi ibadah asalkan menempuh lima syarat :
    1. Niat mesti betul
    2. Perkara yang kita buat dibenarkan syariat
    3. Pelaksanaan sesuai dengan syariat
    4. Natijah (hasil) digunakan sesuai syariat
    5. Jangan tertinggal ibadah yang asas

Ibadah yang asas, serta ibadah yang fadhu, kalau kita dapat amalkan sungguh-sungguh lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia, budi pekerti yang baik, khusnul khulq. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Sebab itulah Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyak tapi sejauh mana memberi hasil, dapat membuahkan akhlak. Seharusnya makin banyak beribadah, makin halus akhlaknya. Itu yang disebut amal taqwa, amal sholeh. Tapi kalau ibadah banyak tidak membuahkan akhlak mulia, masih lagi dihukum di neraka.

Sebagaimana kisah :
Pernah Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian Rasulullah berkata, saya memiliki seorang tetangga wanita, dia berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud, tetapi ia ahli neraka. Sahabat bertanya, bagaimana wanita itu ya Rasulullah, jawab baginda Rasulullah SAW, wanita itu selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. (Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli neraka.

Kenapa? sebab ibadah tak berbuah. Jadi orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.

Sementara itu satu hari Rasulullah SAW bercerita di depan sahabat, tidak lama lagi akan datang seseorang di majlis ini, dia ahli syurga. Kalau Rasulullah SAW berkata, dia itu ahli surga, maka itu pasti ahli syurga. Jadi sahabat menunggu siapa yang akan datang. Tak lama kemudian datang seseorang. Sahabat banyak yang tidak kenal. Setelah kuliah, sahabat ada yang ingin mengambil perhatian, apa amalannya sampai Rasulullah sebut dia ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumahnya dan meminta izin untuk bermalam. Sahabat ingin melihat apa amalannya sehingga Rasulullah sebut ahli syurga. Jadi setelah diikuti sepanjang malam, tidak ada yang istimewa, shalat sunat tak dibuat, tahajud pun tak dibuat. Lepas subuh sahabat bertanya, waktu kuliah semalam Rasulullah berkata, sebelum saudara datang, sebentar lagi akan datang seorang ahli syurga. Saya ingin tanya apa amalan saudara, sampai dapat dikatakan ahli syurga. Jawab orang itu, saya bukan saja tidak ada hasad dengki dengan orang, niat untuk hasad pun tidak ada. Jadi ibadah yang sedikit berbuah.

Sedangkan ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas lagi. Setiap kerja akan menjadi ibadah apabila menempuh lima syarat. Misalnya di bidang ekonomi, sains teknologi, pendidikan, pemerintahan, dll. Jelaslah bagi kita bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fisik. Inilah yang dikatakan ada keseimbangan di antara pembangunan rohaniah dan fisik.

Bagaimana yang disebut seimbang ? Bila kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh 5 syarat, maka melahirkan pembangunan fisik. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti kaedah itu maka tentulah Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selagi kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan kejayaan yang dicapat bahkan berkrisis sesama sendiri.

Setiap usaha ikhtiar kita akan jadi ibadah bila menempuh 5 syarat, banyak perkara yang kita tidak faham selama ini sudah dapat difahami. Apa yang kita fahami melalui kaedah 5 syarat ini :
  1. Kaedah 5 syarat membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah, atau ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Buktinya kalau kita menguruskan kedai dengan menempuh 5 syarat, bukankah itu kemajuan dunia. Dia dapat maju di bidang ekonomi, bahkan apabila dia menempuh 5 syarat, Allah nilai dengan syurga. Mana yang dikatakan terpisah di antara kemajuan dunia dan akhirat.
  2. Setelah kita mengetahui tentang kaedah 5 syarat ini, maka salahlah pandangan umum selama ini yang menganggap 50 % dunia, 50 % akhirat. Mana ada 50-50 dalam Islam. Dalama Islam kemajuan dunia itulah juga kemajuan akhirat.
  3. Dengan kaedah 5 syarat maka nampaklah pada kita keindahan Islam. Satu perkara kita buat, dapat dua keuntungan, untung dunia dan untung akhirat.
  4. Pembangunan yang ditegakkan, baik di bidang sains teknologi, pendidikan dsb., itu merupakan buah. Buah yang lahir ada pohonnya, yaitu karena umat Islam menegakkan hukum-hukum dan inadabh kepada Allah dalam kehidupan. Contohnya yang membuat perniagaan dengan membuka kedai karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju kedai itu artinya dia telah membangun kemajuan di bidang ekonomi.
  5. Kalau begitu, semakin banyak umat Islam beribadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat berdikari tanpa bersandar nasib dengan tamadun orang kafir. Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bersandar nasib dengan orang yang bukan Islam dan sampai kapanpun umat Islam akan hina diperhambakan orang.

Justru itulah kalau kita fahami maka ajaran Islam akan terlihat cantik, di samping kita mendapat kemajan di dunia, juga mendapat kemajuan di akhirat. Kemajuan yang dicapai tidak menimbulkan krisis sesama sendiri. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai pula mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapat kemajuan walaupun kita usahakan, sebaliknya kita bahkan akan berkrisis sesama sendiri.


continue reading 02. MENGAPA MANUSIA HIDUP

03. PEMBAGIAN MANUSIA DI AKHIRAT

Di dalam Al Quran Allah SWT telah berfirman :
“Setiap yang ada di atas muka bumi ini akan binasa dan yang kekal hanyalah zat Tuhan yang Maha Mulia dan Maha Besar.” [Ar Rahman : 27]

“Setiap yang bernyawa akan menemui kematian.” [Al Anbiya : 35]

“Sesungguhnya mati yang kamu ingin lari daripadanya itu ia akan menemui kamu.” [Al Jumu’ah :8]

Demikianlah ketiga ayat di atas memberi pengertian kepada kita bahwa dunia ini dan juga kita akan mengalami kiamat. Sebelum dunia ini mengalami “kiamat kubra” (kiamat besar) maka secara berangsur-angsur dunia ini dikiamatkan secara kecil-kecilan, umpamanya pohon yang tumbang karena badai, bangunan yang runtuh karena gempa bumi atau makhluk-makhluk Allah SWT yang binasa dan musnah karena bencana alam.

Begitu juga manusia setiap hari ada yang menemui kematiannya. Adakalanya kematiannya disebabkan oleh sakit, tertabrak kendaraan, bunuh diri, mati disebabkan oleh peperangan dan berbagai lagi bentuk atau cara manusia menemui kematiannya.

Sudah menjadi “sunatullah” bahwa Allah SWT hendak menjadikan sesuatu itu dengan sebab-sebab yang tertentu. Dan matinya manusia dengan berbagai-bagai cara itu diibaratkan sebagai kiatam secara kecil-kecilan untuk sementara menunggu kiamat besar.

Allah SWT telah mentakdirkan bahwa dunia ini adalah negara sementara waktu yang tidak kekal bagi manusia. Manusia yang dilantik oleh Allah SWT di dunia ini adalah sebagai khalifah atau duta-Nya di dunia yang sementara waktu. Sementara itu kehidupan manusia di dunia adalah sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Begitu juga Allah SWT telah menetapkan bahwa disamping dunia yang hanya untuk sementara waktu, ada akhirat sebagai tempat yang kekal abadi. Manusia bukan menjadi warganegara dunia yang tetap, melainkan sebagai duta Allah SWT sebelum mengalami kehidupan akhirat yang kekal abadi atau lebih tepat lagi bahwa manusia ini adalah warganegara akhirat, sebab manusia akhirnnya akan menuju juga ke akhirat.

Siapapun juga orangnya, ia pasti akan menuju ke akhirat. Yang suka akan sampai ke akhirat, yang tidak sukapun pasti sampai juga ke akhirat. Orang yang ingat kepada akhirat akan pergi ke akhirat, orang yang tidak ingatpun pasti akan pergi juga ke akhirat.

Semua manusia akan menghadapi kehidupan di akhirat, mau tidak mau. Oleh karena itu sewaktu kita diamanahkan sebagai duta atau wakil Allah SWT di atas muka bumi ini hendaklah kita mengatur diri kita, rumahtangga kita, ekonomi, pendidikan, politik, negara dasn seterusnya alam sejagat, hingga selaras dengan peraturan yang datang dari Allah SWT. Atau lebih tepat lagi hendaklah semua aspek berdasarkan kepada Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Hal yang fardhu atau sunat hendaklah sungguh-sungguh ditegakkan. Begitu juga dengan hal yang haram dan makruh hendaklah kita jauhi sungguh-sungguh. Dan dari hal yang mubah hendaklah dijadikan sebagai amal bakti (ibadah) kita kepada Allah SWT.

Apabila kita telah berhasil mengatur diri kita, rumahtangga kita, masyarakt kita dan seterusnya persoalan alam sejagat dengan segala peraturan yang datang dari Allah SWT, maka itulah yang dikatakan sebagai amal bakti atau amal sholeh.

Hal inilah yang hendak kita bawa dan persembahkan di hadapan Allah SWT di akhirat nanti. Inilah yang dikatakan pengabdian diri kepada Allah SWT. Sebuah konsep ibadah di dalam ajaran Islam adalah luas. Dan hendaklah kita ingat bahwa persoalan rukun iman yang lima itu adalah merupakan ibadah yang asas dan yang menjadi tapak dalam ajaran Islam.

Apabila setiap amal bakti kita, usaha dan ikhtiar kita baik kecil atau besar dan juga setiap perjuangan dan jihad kita selaras dengan Al Quran dan sunnah, maka itulah yang dikatakan sebagai amal taqwa. Amalah taqwa itulah yang merupakan bekal kita yang paling baik lagi teguh untuk menjalani kehidupan di akhirat nanti., Ini bertepatan sekali dengan firman Allah SWT yang artinya :
“Berbekallah, sebaik-baik bekal (untuk dibawa ke akhirat ialah taqwa.” [Al Baqarah: 197]

Amal taqwalah yang bakal menyelamatkan kita dari neraka dan sebab untuk kita masuk ke dalam syurga Allah SWT. Sebab itu hendaklah kita senantiasa berbekal sewaktu kita menjadi duta dan wakil Allah SWT sewaktu berada di dunia ini. Apa saja pekerjaan dan perbuatan kita hendaklah dijadikan sebagai ibadah yang merupakan amalah taqwa.

Apabila dunia hendak dikiamatkan oleh Allah SWT, maka di kala itu tidak terdapat seorang pun orang Mukmin, bahkan tidak ada seorang pun yang menyebut perkataan ALLAH. Mereka inilah yang akan dikiamatkan kubra oleh Allah SWT nnanti. Mereka nantinya akan terkejut menghadapi persoalan kiamat yang begitu hebat sekali. Itulah yang dikatakan sebagai “sangkakala” yang pertama. Maka di kala itu musnah, punah, dan huru-haralah bumi dan seluruh alam sejagat.

Ditiupnya sangkakala yang kedua menghidupkan seluruh makhluk yang bangkit dari kubur dalam keadaan tanpa berpakaian. Disamping itu manusia juga dihidupkan sesuai dengan tabiat atau perilaku mereka masing-masing sewaktu di dunia. Artinya bentuk dan rupa mereka mengikuti seperti apa bentuk kehidupan yang mereka jalani sewaktu di dunia ini.

Seandainya sewaktu hidupnnya di dunia suka menipu, berdusta, pembelit seperti ular, maka ia akan dirupakan Allah SWT seperti ular. Jika tabiatnya sewaktu hidup seperti serigala, maka ia akan dibangkitkan seperti serigala. Jika hidupnya sewaktu di dunia seperti babi, maka ia akan dirupakan seperti babi juga. Begitu juga sekiranya hidup di dunia berperangai seperti anjing, maka ia akan dirupakan seperti anjing.

Setelah itu seluruh makhluk akan dihalau ke suatu padang yang dinamakan “Padang Mahsyar”. Yaitu suatu padang tempat berhimpunnya seluruh makhluk Allah SWT terutamanya manusia, yang dimulai dari Nabi Adam a.s hingga akhir manusia yang belum kita ketahui siapa adanya. Di Padang Mahsyar inilah berkumpulnya seluruh makhluk dan ini merupakan suatu perhimpunan raksasa yang belum pernah wujud sebelumnya.

Terlalu banyaknya makhluk yang berkumpul, menyebabkan keadaan saat itu terlalu berdesakan bahkan untuk duduk pun tidak bisa. Umpama tumpukan rokok yang berada di dalam kotak rokok. Ini disebabkan oleh karena terlalu ketat dan padatnya manisa saat itu. Sementara matahari berada hanya sejengkal diatas kepala manusia. Maka sudah tentu suasana ini menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan kepada manusia dan seluruh makhluk Allah SWT.

Walaupun manusia seluruhnya diwaktu itu dalam keadaan tanpa berpakaian, namun masing-masing tidak mempedulikan diri orang lain. Ini disebabkan oleh huru-hara dan kesulitan yang menimpa manusia. Manusia di kala itu hanya memikirkan diri mereka masing-masing karena terlalu bimbang dan takut menghadapi hari akhirat.

Kemudian manusia yang begitu bannyak itu dibariskan oleh Allah SWT sebanyak 120 barisan. Mungkin timbul di dalam fikiran kita, di antara 120 barisan itu berapa banyaklah yang matinya membawa iman ? Sebab di dalam Al Quran Allah SWT menjelaskan :
“Sedikit sekali hamba-Ku yang bersyukur”. [QS. Saba’ : 3]

Sebenarnya, hanya tiga barisan saja di antara sekian banyaknya manusia yang matinya membawa iman. Inilah diantara mereka yang dianggap sebagai orang yang beriman. Sementara 117 berisan yang lain itu adalah terdiri dari orang-orang kafir dan mereka kekal di dalam neraka.

Jelaslah bahwa hanya tiga barisan saja yang membawa iman, sementara yang lainnya itu matinya dalam keadaan kafir dan menyekutukan Allah SWT.

Oleh karena iman manusia di antara satu sama lain tidak sama, maka Allah SWT membagi tiga barisan ini kepada empat barisan pula atau kita katakan bahwa mereka yang mati membawa iman itu dibagi dalam empat golongan:

  1. Golongan “Bi ghairi hisab” (golongan yang tidak dikenakan hisab)\
  2. Golongan “Ashabul yamin” (golongan yang menerima suratan di tangan kanan)
  3. Golongan “Ashabus syimal” (golongan yang menerima suratan di tangan kiri)
  4. Golongan “Ashabul A’raf” (golongan yang berada diantara syurga dan neraka)

Adapun golongan “Bi ghairi hisab” adalah terdiri dari para nabi dan rasul dan pada aulia Allah (kekasih Allah). Para aulia Allah adalah mereka yang memang bersungguh-sungguh menjaga setiap perintah dan larangan dari Allah. Mereka begitu menjaga hal yang wajib dan sunat dan sungguh meninggalkan hal yang haram bahkan hal yang makruh pun mereka tinggalkan.

Para aulia Allah adalah mereka yang paling sabar dan senantiasa redha terhadap apa saja yang menimpa mereka. Hati mereka senantiasa baik sangka kepada Allah atas apa saja musibah yang menimpa mereka.

Selain dari itu, mereka yang termasuk dalam golongan “Bi ghairi hisab” ini adalah para syuhada (orang yang mati syahid). Mereka adalah golongan orang “Muqarrabin” yang artinya orang yang terlalu dekat dengan Allah SWT disebabkan pengorbanan mereka dalam menegakkan agama Allah SWT. Bahkan nyawapun sanggup mereka korbankan semata-mata untuk mempertahankan agama Allah SWT. Sebab itu tidak heran mengapa mereka mendapat kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.

Orang yang terlalu sabar juga termasuk dalam golongan ”Bi ghairi hisab”. Sabar itu terbagi dalam tiga bagian :
  1. Sabar melaksanakan perintah dari Allah SWT
  2. Sabar menjauhi larangan dari Allah SWT
  3. Sabar menghadapi segala ujian dari Allah SWT

Sabar melaksanakan perintah Allah SWT bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Termasuk sabar melaksanakan perintah Allah SWT ialah seperti sabar mengerjakan shalat, berpuasa, berjuang, dan sebagainya. Semuanya itu bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Sekiranya kita berhasil sabar melaksanakan perintah dari Allah SWT, maka lebih sukar lagi bagi kita untuk sabar menjauhi larangan dari Allah SWT. Terutama untuk bisa sabar menjauhi larangan Allah SWT pada maksiat pandangan mata.

Setelah kita bersabar terhadap segala larangan Allah SWT, maka lebih sukar lagi bagi kita untuk sabar menerima ujian dari Allah SWT. Kita dituntut untuk bisa sabar terhadap ujian-ujian dari Allah SWT kepada manusia seperti sakit, miskin, difitnah, kematian akan isteri, kematian ibu ayah dan sebagainya. Itu semuanya adalah ujian yang Allah SWT datangkan kepada manusia untuk menguji manusia, siap diantara mereka yang paling baik amalannya di sisi Allah.

Manusia hendaknya bersabar dan redha terhadap ujian-ujian tersebut. Karena ujian yang Allah SWT datangkan kepada manusia itu hakikatnya adalah didikan secara langsung dari Allah SWT kepada hamba-Nya. Kebanyakan manusia dididik melalui manusia yang lain melalui zahirnya. Tetapi pada hakikatnya yang mendidik manusia adalah Allah SWT sendiri. Dan ujian-ujian yang menimpa manusia sebenarnya adalah didikan secara langsung dari Allah SWT.

Oleh karena itu kita sebagai hamba-Nya hendaklah bersabar dan redha. Sebab sebagaimana yang kita tahu ujian-ujian yang datang dari Allah SWT sekiranya kita bersabar, sebenarnya ini merupakan kasih sayang dari Allah SWT kepada hambanya. Hal itu juga merupakan penghapusan dosa dari Allah SWT sekiranya kita bersabar. Demikian juga ia merupakan derajat dan pangkat yang akan Allah SWT kurniakan bagi manusia yang mau menerima didikan secara langsung dari Allah SWT seperti ini.

Seringkali, apa yang manusia mau ialah didikan melalui manusia yang lain seperti dari para tuan guru, ustaz, alim ulama dan sebagainya. Kebanyakan manusia memang tidak menginginkan sama sekali untuk mendapatkan didikan langsung dari Allah SWT seperti ini karena tidak dapat bersabar dan redha menghadapinya.

Ingatlah, seandainya manusia tidak berhasil dididik secara langsung dari Allah SWT, maka janganlah diharapkan ia berjaya untuk menerima didikan dari manusia yang lain. Sebab itu kita melihat betapa kuatnya ujian yang menimpa para nabi dan rasul, karena sebenarnya itulah didikan secara langsung dari Allah SWT kepada mereka.

Oleh karena itulah tidak heran bagaimana kuatnya iman para nabi dan rasusl semuanya. Sebab mereka menerima didikan atau pimpinan secara langsung dari Allah SWT.

Jauh berbeda dengan keadaan kita yang justru tidak senang apabila menerima ujian dari Allah SWT sedangkan itu merupakan didikan secara langsung dari Allah SWT. Sedangkan seandainya kita berhasil menghadapi itu semua, maka kita akan termasuk dalam golongan “Bi ghairi hisab” di akhirat kelak.

Dan termasuk juga dalam golongan ini di akhirat kelak ialah orang fakir yang mana ia bersabar dengan kefakirannya. Mereka ialah orang yang tidak mempunyai apa-apa pun harta benda di dunia. Apa yang ada pada mereka hanyalah pakaian yang sehelai sepinggang. Sebab itu mereka tidak dihisab di akhirat kelak. Bagaimana mungkin mereka akan dihisab sementara apa yang ada pada diri mereka hanyalah pakaian yang melekat di badan.

Disamping itu, termasuk dalam golongan “Bi ghairi hisab” ini ialah orang ahli makrifat. Yaitu orang yang begitu kenal dengan Allah SWT. Oleh karena mereka terdiri dari orang yang kenal akan Allah, maka hati mereka setiap masa senantiasa ingat akan Allah SWT. Hatinya juga setiap masa terasa hebat tentang kebesaran dan keagungan Allah SWT. Begitu juga hatinya itu setiap maa senantiasa terasa rindu kepada Allah SWT.

Apabila kiat ukur diri kita dengan mereka, terasa sekali jauh perbedaannya. Mereka adalah orang yang senantiasa mengingati Allah SWT, sedangkan kita senantiasa lalai dan durhaka kepada Allah SWT. Bukan suatu hal yang mudah untuk senantiasa ingat akan Allah SWT. Sedangkan sholat yang disebutkan oleh Allah SWT sebagai mengingati-Nya pun tidak dapat kita mengingat Allah SWT, lagilah di luar sholat kita akan semakin tidak dapat mengingati Allah SWT.

Jelaslah bahwa untuk menjadi ahli makrifat yaitu orang yang benar-benar kenal Allah SWT bukanlah suatu hal yang mudah. Ianya merupakan suatu hal yang amat susah untuk dicapai oleh kita yang memang senantiasa lalai terhadap Allah SWT.

Itulah diantara orang-orang yang termasuk di dalam golongan “Bi ghairi hisab” di akhirat kelak. Cobalah ukur diri kita, apakah kita termasuk dalam golongan ini ?

Adapun golongan “Ashabul yamin” atau golongan orang yang menerima kitab dari tangan kanan ialah golongan orang-orang soleh, abrar ataupun golongan “muflihun”. Adapun golongan “Ashabul yamin” yaitu orang-orang yang memiliki sekurang-kurangnya Iman ayan dan mereka juga adalah orang yang amal kebajikannya melebihi kejahatannya.  Sungguh pun golongan ini terlepas dari azab neraka, namun mereka tidak terlepas menerima hisab dari Allah SWT. Mereka agak lambat untuk menempuh “Siratul mustaqim” disebabkan oleh pemeriksaan terhadap mereka.

Diterangkan bahwa di atas titian “Siratul Mustaqim” terdapat lima tempat pemeriksaan. Dan lima tempat pemeriksaan itu dijaga oleh para malaikat yang tugasnya memeriksa setiap hamba Allah. Bayangkanlah bagaimana sekiranya kita terhenti di kelima-lima tempat pemeriksaan itu ? sedangkan sehari di akhirat dinisbahkan dengan hari dunia adalah selama seribu tahun.

Sebab itu tidak heran mengapa orang-orang “Muqarrabin” itu tidak mau menjadi orang soleh. Sebab orang soleh, walaupun masuk ke syurga, terpaksa dihisab terlebih dahulu. Ini sudah tentu menyusahkan mereka. Sebab itu mereka lebih suka untuk mati syahid dalam mempertahankan agama Allah SWT. Sebab orang yang mati syahid, langsung dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam syurga.

Terpaksa terhenti untuk dihisab di “Siratul Mustaqim” adalah merupakan penderitaan dan azab bagi golongan muqarrabin. Sebab itu di dalam kitab terutama kitab-kitab Tasawuf ada diterangkan bahwa kebaikan yang dibuat oleh orang abrar/orang soleh adalah merupakan kejahatan bagi golongan muqarrabin. Bagi golongan muqarrabin, sesuatu hal yang dianggap halal tetapi menyebabkan akan dihisab, itu adalah suatu kejahatan.

Untuk mengukur mudah atau tidaknya menjadi orang yang soleh, marilah kita lihat kenyataan Al Imam Ghazali. Al Imam Ghazali mengatakan bahwa orang yang hendak menjadi orang yang soleh itu mestilah 24 jam yang Allah SWT untukkan kepadanya, mestilah 18 jam diisi dengan alam baik. Cuma 6 jam saja masanya itu digunakan untuk melakukan hal yang mubah.

Adapun golongan yang ketiga yaitu “Ashabul syimal” yaitu golongan yang akan menerima kitab dari tangan kiri. Mereka ini ialah orang Mukmin yang ‘Asi atau Mukmin yang durhaka. Kejahatan mereka lebih berat dari kebaikan yang mereka lakukan. Mereka ini akan dimasukkan ke dalam neraka dahulu, sebelum dimasukkan ke dalam syurga. Mereka dimasukkan ke dalam neraka sebagai berdasarkan kepada dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Setelah tamat penyiksaan mereka di neraka, barulah mereka akan dimasukkan ke dalam syurga.

Adapun golongan yang akhir ialah golongan “Ashabul A’raf” yaitu golongan yang amal kebaikan dan kejahatannya itu sama banyak. Golongan ini walaupun mereka terselamat dari masuk ke neraka, tetapi mereka lebih lambat masuk ke syurga daripada golongan “Ashabul yamin” yang setelah menempuh sirotul mustaqim, tidak ada halangan lagi untuk masuk ke syurga. Tetapi bagi golongan “Ashabul A’raf”, setelah mereka menempuh “Sirotul mustaqim” mereka masih lagi dihadang untuk ke syurga.

Mereka akan didera oleh Allah SWT di hujung “Sirotul mustaqim”. Bagaimana deraan Allah SWT terhadap mereka ? Deraan yang dikenakan Allah SWT kepada golongan “Ashabul A’raf” ialah diperintah supaya mereka meminta satu amal kebajikan kepada penghuni syurga. Sesiapa dari golongan mereka yang diberi oleh penghuni syurga satu amal kebajikan, maka dia diperbolehkan untuk masuk ke syurga. Maka mondar-mandirlah mereka untuk meminta belas kasihan penghuni-penghuni syurga. Setelah sekian lama, maka barulah Allah SWT masukkan ke dalam hati penghuni syurga untuk memberikan kepada mereka satu amalan kebajikan.

Tetapi anehnya, orang yang mempunyai banyak amal kebajikannya tidak mau langsung memberikan satu amalan kebajikannya kepada golongan ini. Sebaliknya mereka yang memberikan amal kebajikannya ialah orang yang mempunyai lebih satu saja amalan kebajikannya.

Maka Allah SWT pun berfirman kepada golongan ini yang antara lain,
“Sekiranya kamu hamba-hamba-Ku yang mempunyai lebih satu amalan kebajikan, begitu pemurah kepada hamba-hamba-Ku dan terus ke syurga, maka sesungguhnya Aku lebih pemurah dari itu.”

Maka dengan ini hamba Allah yang pemurah itu pun dinaikkan derajatnya oleh Allah SWT di syurga. Inilah kelebihan yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada mereka di akhirat.

Dari uraian-uraian yang dijelaskan di atas marilah kita membuat ukuran di golongan manakah kita berada ?  Apakah kita berada di golongan “Bi ghairi hisab”? “Ashabul yamin”? “Ashabus syimal”? atau “Ashabul A’raf”?



continue reading 03. PEMBAGIAN MANUSIA DI AKHIRAT

04. IMAN DAN PERSOALANNYA

Iman adalah asas penting, yang menjadi landasan tempat berdirinya pribadi mukmin. Kalau manusia diibaratkan seperti sebatang pohon, maka iman adalah akar tunjang untuk pohon itu. Kalau manusia diibaratkan seperti sebuah rumah, maka iman adalah tapak berdirinya rumah itu.

Demikianlah pentingnya iman dalam usaha melahirkan seorang manusia yang sempurna dan diredhai Allah SWT. Tanpa iman, seseorang itu akan sama seperti pohon yang tidak berakar tunjang atau rumah yang tidak memiliki pondasi. Maknanya, seseorang yang tidak memiliki iman tidak akan memiliki kekuatan untuk berhadapan dengan hidup. Dia pasti gagal.

Kalaupun ada tanda-tanda Islam melalui ibadah lahir, tetapi ibadah itu tidak akan berfungsi apa-apa sewaktu manusia yang tidak memiliki iman berhadapan dengan persoalan-persoalan hidup. Semakin banyak ibadah, semakin cepat gagalnya, seperti halnya semakin besar pohon yang tidak berakar tunjang, maka semakin cepat tumbangnya atau makin besar rumah yang didirikan di atas lumpur, makin cepat robohnya.

Datang ujian kecil pun, orang yang tidak memiliki iman sudah goyang. Apalagi ketika berhadapan dengan ujian-ujian yang besar, hanyut dan tenggelamlah ia. Sejarah telah membuktikan hal itu dalam berbagai bentuk. Seorang wali Allah dengan ‘karamah-karamah’ yang luar biasa, pengikut berpuluh ribu dan ibadah pun seperti ibadah nabi-nabi, tetapi di akhir hayatnya telah kafir karena telah berhasil ditipu oleh syaitan hanya dengan seteguk arak dan seorang wanita.

Islam dapat tegak dan kekar dalam pribadi atau masyarakat manusia hanya karena ada dan kuatnya iman. Tanpa iman yang kuat, Islam hanyalah satu simbol lahiriah yang diamalkan sebagai satu amalan tradisi dan kebiasaan semata-mata. Sebaliknya iman yang kuat akan menghasilkan pribadi yang benar-benar kuat dan Islami.

Islam adalah amalan lahir, Iman adalah amalan hati (batin). Kalau iman kuat, Islam pasti kuat. Tetapi kalau Islam yang kuat belum tentu imannya kuat. Hal ini mesti diperhatikan betul-betul. Jangan sampai kita menjadi orang yang kuat beramal saja tetapi lemah imannya, sebaliknya jadilah orang yang kuat beriman dan kuat beramal. Allah menjanjikan keuntungan tertentu hanya bagi orang-orang yang beriman dan beramal.

Firman Allah SWT:
“Demi masa, sesungguhnya manusia itu semuanya berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh” [Al ‘Asr: 1-3]

Allah menyebutkan iman terlebih dahulu, sebagai syarat bahwa amalan yang diawali atau didorong dengan iman sajalah yang akan dinilai. Rasulullah turut mengingatkan itu dengan sabda baginda :

“Allah tidak melihat kepada rupamu dan hartamu (gambaran lahir) tetapi Dia melihat hati kamu dan amalan kamu” [Riwayat Muslim]

Sebanyak apapun amalan lahir seperti shalat, puasa, menutup aurat, zikir, doa, sedekah, berjuang dan berjihad tidak ada arti apa-apa di sisi Allah.

Saya tegaskan sekali lagi bahwa, orang-orang yang beriman sudah tentu akan beramal. Tetapi orang yang beramal belum tentu benar-benar beriman. Dan orang lain yang tidak beramal sama sekali, tentu lebih lemah imannya atau tidak memiliki iman sama sekali. Sebab itu Allah sering mengingatkan bahwa amalan yang akan diterima-Nya hanyalah amalan dari orang-orang yang beriman. Di antara firman-firman Allah yang menunjukkan demikian adalah :

“Maka siapa yang mengerjakan amal soleh, sedang ia beriman, maka usahanya itu tidak diabaikan dan sesungguhnya kami menuliskan amalan itu untuknya” [Al Anbia : 94]

“Dan orang-orang yang beriman dan beramal soleh, mereka itu penghuni Syurga, mereka kekal di dalamnya” [Al Baqarah : 82]

Berdasarkan ayat-ayat itu, kita hendaknya paham atau sadar tentang pentingnya iman itu melebihi amalan-amalan yang lain. Orang yang mengaku beriman tetapi tidak mau beramal adalah penipu. Orang yang beramal tapi tidak beriman adalah tertipu. Oleh sebab itu sebaiknya bersiap-siap untuk memeriksa hati kita sendiri, apakah beriman atau tidak. Cara pemeriksaan itu hendaknya sistematik dan ilmiah, bukan mengira-ngira tanpa panduan.

Iman menurut lughah (bahasa yang digunakan sehari-hari) berarti percaya. Sebab itu orang yang beriman dikatakan orang yang percaya. Siapa yang percaya maka dia dikatakan beriman. Tidak ada uraian tentang bagaimana cara dan syarat percaya yang dimaksud.

Yang kedua takrif (pengertian) iman menurut istilah syariat Islam adalah seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW yang berbunya :

“Iman adalah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan lidah dan mengamalkan dengan jasad (anggota lahir)” [At Tabrani]

Dengan Hadist itu kita diberitahu bahwa iman adalah keyakinan yang dibenarkan oleh hati, diucapkan dengan muluut (lidah) dan dibuktikan dengan amalan. Ringkasnya orang yang beriman adalah orang yang percaya, mengaku dan mengamalkannya. Tanpa ketiga syarat itu, orang itu belum tentu dikatakan memiliki iman yang sempurna. Bila satu dari tiga faktor itu tidak ada, maka dalam Islam orang itu akan dimasukkan ke dalam golongan lain, mungkin fasik, munafik atau kafir.

Mari kita lihat apa yang terjadi pada orang yang tidak memenuhi ke-3 syarat iman tersebut :
  1. Seseorang yang beriman dengan ucapan “Lailahaillallah” dan memiliki keyakinan, tetapi tidak beramal atau amalannya tidak sempurna sebagaimana yang dikehendaki, dimasukkan dalam golongan mukmin yang fasik atau mukmin ‘asi (durhaka). Di akhirat nanti tempat mereka adalah Neraka. Bila iman yang dimiliki itu sah, maka masih ada peluang untuknya ke Syurga, setelah disiksa dengan siksaan yang pedih.
  2. Seseorang yang memiliki keyakinan tetapi tidak mau mengikrarkan “Lailahaillallah” baik beramal atau tidak, dimasukkan kedalam golongan kafir. Ada juga qaul yang memasukkan mereka dalam golongan fasik. Tapi menurut qaul yang lebih kuat, mereka termasuk golongan kafir. Bila meninggal mereka tidak boleh dikuburkan di tanah pekuburan Islam, dan di akhirat nanti akan kekal tersiksa dalam Neraka.
  3. Seseorang yang mengucapkan “Lailahaillallah”, kemudian beramal dengan segala tuntutannya (sedikit atau banyak) tetapi keyakinannya masih diliputi keragu-raguan, digolongkan sebagai orang munafik. Ragu-ragu yang dimasukkan di sini bukan saja pada Allah, tetapi mungkin pada Rasul, malaikat, kitab, hari Kiamat atau qadha dan qadar.

Apabila seseorang mengucapkan kalimat tersebut, maka ia menjadi seorang Islam. Tetapi belum bisa dikatakan beriman, walaupun ia mengerjakan shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini diberitahukan oleh Allah SWT melalui firman-Nya :

“Orang Arab Badwi itu berkata “Kami telah beriman,” Katakanlah (pada mereka), “Kamu belum beriman.” Tetapi katakanlah olehmu “Kami telah tunduk (Islam),” karena iman itu belum masuk kedalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala amalanmu), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al Hujurat : 14]

Dari ayat itu dapat diambil kesimpulan bahwa :
  1. Seseorang yang Islam belum pasti beriman, tetapi orang yang beriman sudah pasti Islam.
  2. Islam dapat diketahui melalui amalan-amalan lahir, sedangkan iman adalah amalan hati (batin).

PERINGKAT IMAN

Iman antara satu orang dengan seorang yang lain tidak sama. Ulama telah membagi iman menjadi 5 peringkat :
  1. Iman Taqlid
  2. Iman Ilmu
  3. Iman ‘Ayan
  4. Iman Hak
  5. Iman Hakikat

Iman Taqlid

  • Iman Taqlid adalah iman ikut-ikutan, yaitu orang yang beriman dengan semua rukun iman tetapi hanya ikut-ikutan saja.
  • Pegangan Islamnya tidak kuat, prinsip Islamnya tidak kukuh. Dia tidak memiliki alasan yang kuat mengapa ia beriman. Kalau ditanya, “Apa bukti wujudnya Allah ?” Dia hanya mampu menjawab, “Saya mendengar orang berkata ada, maka saya pun mengatakan ada”.
  • Sandaran keyakinannya pada orang lain, dia tidak memiliki dalil ‘aqli maupun naqli (dalil akal atau dalil Al Quran) untuk membuktikan keyakinannya pada rukun iman.
  • Mayoritas umat Islam hari ini, baik berpangkat atau tidak, miskin atau kaya, bodoh atau bijak, adalah orang-orang yang beriman taqlid. Mereka yang beragama Islam karena secara kebetulan dilahirkan dari ibu dan bapak yang beragama Islam. Keyakinan mereka kepada Allah hanya karena kebiasaan sejak lahir.
  • Mereka lebih tahu tentang anatomi seekor kuman yang sangat kecil, daripada Allah Yang Maha Besar. Mereka lebih mahir tentang bentuk bumi yang sulit dan rumit daripasa suasana kiamat yang dahsyat. Mereka lebih yakin dengan teori sains daripada janji-janji Allah yang terkandung dalam Al Quran dan Hadist.
  • Sifat orang yang beriman taqlid terhadap agama Islam seperti daun kering yang ditiup angin kesana-kemari. Mereka tidak dapat mengawal keyakinan nafsu yang liar, juga tidak sanggup berhadapan dengan ujian.

Menurut dalil yang paling jelas, iman taqlid ini tidak sah. Segala amal ibadah orang yang beriman taqlid tertolak dan tidak mendapat pahala di sisi Allah. Bila iman seseorang ini tidak diterima, seluruh amalannya tidak akan diterima. Kalau orang ini mati dalam keadaan taqlid tanpa berniat menuntut ilmu dan menambah iman, maka mati sebagai orang kafir dan kekal di dalam Neraka. Tetapi Allah memberi maaf kepada orang yang terlalu bodoh, walaupun telah belajar sungguh-sungguh tapi masih tidak dapat. Ada ulama yang mengatakan iman taqlid bagi orang seperti itu, dengan syarat keyakinannya masih jazam.

Iman Ilmu

Iman Ilmu adalah iman yang berdasarkan ilmu, yaitu seorang yang telah mempelajari tentang Allah, malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, hari kiamat dan lain-lain yang diwajibkan mengimainya. Ilmu minimal yang mesti dimiliki oleh seseorang yang membolehkan berada di taraf iman ilmu adalah :

  1. 20 Sifat yang wajib bagi Allah dengan dalil-dalil ‘aqli (akal) dan naqli (Al Quran) secara ijmali (ringkas, tanpa kutipan yang terperinci)
  2. 20 Sifat yang mustahil bagi Allah dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli secara ijmali.
  3. 1 Sifat yang mubah (boleh) bagi Allah dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli secara ijmali.
  4. 4 Sifat yang wajib bagi Rasul, 4 Sifat yang mustahil bagi Rasul dan satu sifat yang boleh bagi Rasul dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli secara ijmali.

Kesemua sifat Allah dan Rasul yang berjumlah 50 itu diyakini dan difahami sungguh-sungguh. 50 Sifat inilah yang terkandung dalam kalimat syahadat. Inilah yang dikatakan ‘aqaidul iman atau kesimpulan iman. Jika seseorang itu telah mempelajarinya, memahami dan menyakininya maka orang ini dikatakan beriman ilmu.

Sifat-sifat orang yang beriman ilmu ialah :
  1. Imannya serta keyakinannya berasas dan kuat bertunjang pada akalnya.
  2. Iktiqadnya disertai dengan dalil yang kuat serta pegangan yang kokoh.
  3. Mereka benar-benar berada dalam fikiran tauhid yang mantap dan unggul, tidak mudah goyang dan terpengaruh dengan faham dan ideologi selain Islam.
  4. Walaupun begitu, mereka tidak kuat melawan hawa nafsu dan syaitan.
  5. Mereka tidak takut pada Allah dan mudah berbuat durhaka pada Allah.
  6. Mereka hanya mampu mengatakan Islam tapi tidak mampu berbuat atau mengamalkannya. Mereka tidak takut dengan ayat Allah yang berbunyi :
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan kamu perkatakan apa yang tidak kamu lakukan. Teramat besar kebencian di sisi Allah, apa yang kamu katakan tetapi tidak kamu lakukan” [As Shaf : 2-3]

Jadi iman ilmu belum lagi dapat menyelamatkan seseorang itu dari Neraka Allah, karena imannya beru berasas di akal dan belum menjunam ke hati.

Iman Ayan

Iman Ayan, tarafnya lebih tinggi dari iman ilmu. Hasil dari latihan yang bersungguh-sungguh, orang yang beriman ilmu akan meningkat kepada iman ayan. Antara sifat orang-orang yang beriman ayan adalah :
  1. Imannya bertempat di hati (jiwa), bukan lagi di pikiran sebagaimana orang beriman ilmu.
  2. Hatinya senantisasa mengingati Allah. Dia senantiasa mempunyai hubungan hati dengan Allah, firman Allah :
Mereka yang senantiasa mengingati Allah dalam waktu berdiri, waktu duduk, dan waktu berbaring, dan mereka senantiasa memikirkann tenatng kejadian langit dan bumi, seraya mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, tidak Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, jauhilah kami dari azab Neraka”. [Ali Imran : 191]
  1. Ibadahnya khusyuk dan meresap ke hati.
  2. Senantiasa merasakan kebesaran Allah di mana saja berada dan menyerah diri kepada Allah tanpa syak dan ragu, firman Allah :
“Sesungguhnya orang yang sebenarnya beriman ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu berjihad dengan harta dan diri mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar” [Al Hujurat : 15]
  1. Hati sensitif dengan Allah. Bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka. Firman Allah :
“Bahwasanya orang Mukmin yang sebenar apabila disebut nama Allah, dan dibaca ayat-ayat Quran, bertambah iman mereka dan hanya kepada Tuhan mereka (Allah) saja mereka menyerah diri.” [Al Anfal : 2]
  1. Semua perintah Allah, kecil atau besar dipatuhi dan semua larangan Allah baik sesuai atau tidak sesuai nafsunya, ditinggalkan dengan penuh kerelaan. Firman Allah :
“Kami dengar dan kami taat, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [An Nur : 51]
  1. Terlalu sensitif dengan dosa. Sabda Rasulullah :
“Orang Mukmini itu, apabila terbuat sedikit dosa, terasa seperti gunung yang besar, yang hendak menimpa mereka.”
  1. Sangat berakhlak dengan Allah dan dengan manusia. Hati senantiasa merasa khusyuk, takut, terasa diawasi oleh Allah, tidak cinta dunia dll.
  2. Sabar berhadapan dengan ujian-ujian hidup. Sudah mampu mengamalkan Islam dalam diri, keluarga dan masyarakat.
  3. Senantiasa mendapat bantuan dan pertolongan dari Allah.
  4. Tidak lama di hisab di akhirat dan mudah masuk ke syurga.

Di dalam Al Quran, Allah memuji golongan yang beriman ayan dan menamakan mereka dengan berbagai nama yang baik, diantaranya :
Solehin (orang-orang yang baik), Abrar (orang-orang yang berbakti), Muflihun/Al faizun (orang-orang yang mendapat kemenangan), Ashabul Yamin (orang yang akan menerima suratan amalan dari sebelah kanan di Padang Mahsyar nanti.

Iman Haq

Iman haq adalah iman yang sebenarnya, yang dicapai sesudah iman ayan. Seseorang yang mencapai iman haq, mata hatinya melihat Allah, artinya setiap kali ia melihat kejadian, hati dan fikirannya tertumpu kepada Allah.

Sifatnya ialah:
  1. Ingatannya kepada Allah bukan dibuat-buat, terasa hebat dan takut kepada Allah setiap masa. Hatinya tidak lekang dari mengingati Allah, karam atau khusyuk dengan-Nya.
  2. Hati tidak terpaut dengan dunia dan tidak dapat dilalaikan oleh nafsu dan syaitan. Cintanya penuh pada Allah dan pada kehidupan akhirat.
  3. Mereka diberi gelar sebagai Muqorrobin oleh Allah, yakni orang-orang yang terlalu dekat dirinya dengan Allah.
  4. Kebaikan orang soleh itu dianggap satu kejahatan oleh orang-orang Muqorrobin.
  5. Mereka lah yang dikenal sebagai wali Allah, karena memiliki sifat-sifat istimewa, sebagaiman firman Allah : “Sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak pernah merasa takut dan duka cita” [Yunus : 62]
  1. Hati dihiasi dengan sifat-sifat mahmudah seperti zuhud, ikhlas, tawadhuk, dan lain-lain.
  2. Mereka senantiasa menunaikan perintah Allah, tidak merasa gembira bila dpuji dan tidak merasa hina bila dikeji.
  3. Kebahagiaan hati mereka lebih utama daripada uang. Mereka mendapat Al Jannatul ‘Ajilah atau syurga yang disegerakan.
  4. Mereka cinta akhirat sebagaimana orang lain mencintai dunia. Mereka inilah yang layak Allah serahkan dunia ini untuk diurus. Firman Allah :
  5. “Sesungguhnya Allah akan wariskan bumi ini kepada orang yang soleh”. [Al Anbiya : 105]

Iman Hakekat

Iman hakekat ialah peringkat iman yang tertinggi dan paling sempurna. Inilah taraf inam yang dimiliki oleh para Rasul, Nabi, Khulafaur Rasyidin dan wali-wali besar, yaitu para kekasih Allah. Mereka akan ditempatkan oleh Allah di dalam syurga yang paling tinggi. Mereka dimasukkan ke dalam syurga tanpa melalui hisab. Hidup mereka 24 jam asyik dengan Allah. Hati mereka kekal mengingati Allah dalam tidur maupun berjaga. Setiap perbuatan mereka semua menjadi ibadah kepada Allah. Ibadah mereka hebat, solat sunat paling kurang 300 rakaat sehari semalam. Akhlak mereka terbaik dan termulia. Allah akan turunkan barakah di mana mereka berada. Merekalah golongan super-scale akhirat. Hidup di dalam Syurga Yang Maha Indah dan Maha Lezat. Allah karuniakan nikmat tersebut untuk membalas cinta dan pengorbanan mereka yang sungguh besar.

Setelah kita mengenal peringkat mana iman kita, hendaklah kita meningkatkannya hingga mencapai tingkat iman yang tinggi yang selamat sejahtera menuju Allah.



continue reading 04. IMAN DAN PERSOALANNYA

05. KEINDAHAN ISLAM

ALLAH SWT berfirman yang artinya :
“Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” [Ali Imran : 19]

Satu-satunya agama yang Allah akui kebenarannya, kesempurnaannya dan terbaik untuk manusia adalah Islam. Sebab Islam itu ialah agama yang datang dari Allah, sedangkan agama-agama lain adalah bikinan manusia semata-mata. Adakah sama sesuatu yang datang dari Allah dengan sesuatu yang direka oleh manusia ? jauh, jauh sekali bedanya.

Allah adalah pencipta manusia, karena itulah Allah lah yang paling tahu tentang manusia. Oleh karenanya aturan/agama Allah itulah yang paling lengkap dan paling sesuai dengan kejaian semula jadi (fitrah manusia).

Diri manusia terdiri dari 3 unsur, yaitu fisik, akal dan Roh/hati/jiwa. Roh/hati/jiwa manusia mempunyai perasaan yang Tuhan bekalkan bersamaan dengan lahirnya fisik manusia. Indahnya Islam itu adalah dinul Islamitu sebenarnya sangat sesuai dengan fitrah manusia, dengan kata lain sesuai dengan perasaan manusia. Apa yang hati manusia setuju, itulah yang Allah suruh. Apa yang hati tidak setuju, itulah yang Allah larang.

Kemudian oleh Allah, Rasul diutus untuk membawa perintah untuk membenarkan apa yang ada dalam fitrah manusia, menyuburkan apa yang telah ada. Karena itulah Islam itu indah sebab memberi makanan pada roh. Apa yang roh kehendaki, itu yang dihidangkan oleh Islam. Seperti makanan untuk fisik manusia, kita suka daging, tiba-tiba terhidang daging, betapa indahnya. Kita suka ikan, dihidangkan ikan, betapa indahnya. Tapi ketika kita ingin daging dihidangkan lauk yang kita tidak suka, tidak indah.

Mari kita sebut contoh-contohnya.

1.       Yang berhubungan dengan Aqidah.

Manusia sifatnya suka menghambakan diri kepada tuannya yang menolong, melindungi dan yang memperhatikan dirinya. Atau dengan kata lain manusia rela mengabdikan diri kepada siapa yang dicintainya. Kalau kecintaannya itu perempuan maka ia akan menjadi hamba pada perempuan itu. Kalau kecintaannya pada mobil mewah, maka menghambalah ia pada mobil mewah. Kalau cintanya atau pautannya pada nafsu yakni menurut kata nafsu, jadilah ia seorang hamba nafsu.

Tapi aneh, manusia sangat marah kalah dijuluki hamba wanita, hamba mobil atau hamba nafsu. Fitrah menolak sekalipun sikapnya memang betul begitu. Mengapa ? Sebab fitrah manusia ingin menjadi hamba Allah. Dan keinginan menjadi hamba selain Allah itu bukan fitrah. Katakanlah kepada siapa saja tanpa memandang orang kafir atau Islam, “Kamu ini hamba Allah”, niscaya ia mengiyakan dan rasa senang dengan kata-kata itu baik di mulut atau di hati. Hal ini adalah karena fitrah manusia telah Allah ciptakan untuk menyembah-Nya dan untuk menghambakan diri kepada-Nya. Lihat firman-Nya :
“Tidak aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku” [Az-Zaariat : 56]

Allah mau manusia menyembah-Nya dan tidak pada yang lain. Maka dijadikan fitrah manusia itu mempunyai rasa bertuhan dan menghamba diri pada-Nya. Tanyakanlah pada orang-orang yang menyembah Allah atau tidak menyembah Allah, adalah dia ingin menyembah Allah dan suka pada orang-orang yang menyembah Allah. Niscaya mereka menjawab memang suka. Suka pada pekerjaan menyembah Allah dan suka pada orang yang melakukannya. Cuma kalau mereka tidak melakukannya, itu bukan karena benci, atau hati tidak mengakui, tetapi karena nafsu dan syaitan menghalangi dan melalaikan mereka. Mereka tidak kuasa melawan nafsu (yang sifatnya ego), lalu menurutinya. Kalaulah bukan karena nafsu dan syaitan, niscaya manusia ini akan senantiasa merindukan dan membesarkan Tuhannya dan sangat taat pada-Nya. Fitrah roh sudah kenal Allah dan mengaku untuk menyembah-Nya. Di dalam Al-Quran ada menceritakan hakikat ini :
“Allah bertanya kepada roh : “Bukankah Aku Tuhanmu ?” Mereka menjawab : “Betul (Engkaulah Tuhan kami), kami menjadi saksi” [Al A’raf : 172]

2.      Yang berhubungan dengan Syariat.

2.1.   Manusia ingin menambah ilmu. Ingin mencari pengalaman dan ingin pandai, dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Manusia tidak mau hidup beku, jahil dan miskin papa. Itu adalah fitrah. Semua orang memilikinya walau apa pun juga bangsa dan agamanya. Memang Allah jadikan jiwa manusia begitu kemauannya. Oleh karena itu Allah datangkan agama Islam yang mengajar supaya manusia mengisi tuntutan fitrah itu. Firman Allah :

Katakanlah : “Berjalanlah kamu di muka bumi, kemudian lihatlah bagaimana kesudahan orang yan mendustakan itu.” [Al An’am : 11]

Artinya kita disuruh mengembara untuk mencari pengalaman. Rasulullah SAW bersabda:
“Menuntut ilmu wajib bagi lelaki dan wanita” (Riwayat Ibnu Abdi Al Barri)

Sabdanya lagi :
“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad”

Begitulah yang dikatakan Islam agama fitrah. Yakni apabila sesuatu itu disukai oleh fitrah maka Islam mendorong atau membenarkannya. Disebabkan Allah yang menjadikan fitrah manusia itu demikian maka Allah pun datangkan cara bagaimana keinginann fitrah itu disalurkan. Tanpa petunjuk dari Allah, nafsulah yang akan memimpin manusia untuk melaksanakan kehendak fitrah itu secara membabi buta. Kesannya akan buruk sekali.

Misalnya apabila ilmu yang dituntut itu ilmu yang haram (ilmu sihir atau ilmu yang tidak dikaitkan dengan tauhid dan jiwa sufi) maka ia akan membawa akibat buruk. Walaupun adakalanya ilmu itu bersumber dari Islam, tetapi tanpa dikaitkan dengan tauhid dan akhlak, ia akan menyebabkan manusia sombong, dengki, bakhil, pemarah, rasuah, dan lain-lain.
Demikian juga halnya kalau mengembara yang tidak dikendalikan oleh syariah atau tidak diniatkan karena Allah atau untuk kebaikan ia akan membawa hasil yang buruk. Sebab itu Islam menurunkan panduan-panduan yang rapi dalam melaksanakan tuntutan fitrah itu.

2.2.   Dalam mencari kekayaan yang diinginkan oleh fitrah murni manusia misalnya, Islam tidak melarangnya. Malah Allah mendorong dengan firman-Nya :

”Apabila telah ditunaikan shalat hendaknya kamu bertebaran di muka bumi dan hendaklah kamu cari kurniaan Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak moga-moga kamu dapat kemenangan” [Al Jumaah : 10]

Nabi SAW bersabda yang artinya :
“Berniagalah karena sembilan puluh persen dari rezeki itu ada dalam perniagaan”

Tapi mencari harta tidaklah boleh dibuat secara sewenang-wenang. Islam mengatur cara-cara yang bersih dari riba, penipuan dan tindas-menindas, karena hal-hal yang buruk itu bertentangan dengan fitrah. Hasilnya tidak untuk berfoya-foya, berjudi atau membekukannya dalam bank, tapi untuk kebaikan seperti membantu fakir miskin, membangun proyek yang memenuhi keperluan masyarakat atau membantu usaha jihad fisabilillah. Hal ini diatur begitu rupa karena ia sesuai dengan fitrah. Sebaliknya apa yang Islam halangi adalah bertentangan dengan fitrah.

2.3.   Siapa saja, tanpa melihat apakah orang itu Islam atau yang bukan Islam suka kepada makanan sedap; lelaki suka pada perempuan, perempuan suka pada lelaki; ingin mempunyai badan yang sehat dan pikiran yang waras. Begitulah fitrah manusia. Kalau keinginan fitrah ini tidak tercapai, manusia akan rasa susah dukacita dan gelisah. Allah yang menciptakan manusai sedemikian rupa, tahu cara yang sebaik-baiknya untuk manusia mencapai keinginan-keinginan itu, dan tahu juga cara-cara yang dapat merusakkan manusa dalam usaha mereka mencapai keinginan-keinginan itu. Oleh sebab itu Allah rela menurunkan petunjuk bagaimana keinginan itu bisa dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Islam tidak menghalangi keinginan fitrah tetapi tidak juga terlalu membiarkan keinginan itu dipenuhi secara membabi buta. Makan sedap, misalnya, diperbolehkan dengan syarat Jangan makan makanan yang haram atau berlebihan. Malah, mengikuti sunnah Rasulullah SAW, sunat hukumnya makan daging seminggu sekali.

Demikian juga Islam menunaikan keinginan fitrah manusia untuk menikah. Ia memang dianjurkan oleh Rasulullah SAW :
“Menikah itu adalah Sunnahku, siapa yang benci pada Sunnahku ini bukanlah ia dari umatku”

Hadis lain berbunyi :
“Dua rakaat shalat orang yang menikah lebih baik dari 70 rakaat shalat orang bujang”

Demikianlah indahnya Islam. Dalam usaha mengelakkan masalah dalam perkawinan, maka ditentukan syarat rukunnya yang wajib dipenuhi. Tanpa memenuhi syarat, rumah tangga akan goyang dan tumbang. Islam membenarkan menikah dan mengharamkan zina. Sebab zina akan menzalimi dan menganiaya kaum wanita. Anak hasil perzinaan yang tidak tentu bapaknya ini akan terlunta-lunta hidupnya. Ke mana anak itu akan membawa diri ? Hal ini tidak ada siapapun yang suka. Fitrah menolak. Sebab itulah Allah mengharamkannya karena ia bertentangan dengan fitrah. Bagaimana tidak, seseorang yang berzina itu akan melibatkan baik itu ibu orang atau isteri orang atau anak perempuan orang. Siapa pun akan marah kalau keluarganya yang terlibat. Kalau begitu sanggupkah kita berzina sedangkan kita sendiri tidak suka perkara itu terjadi dalam keluarga kita ?

Dalam Islam ada kaedah :
Tidak mudharat dan tidak memberi mudharat.
Contohnya “
  1.  Kawin boleh, tapi jangan dengan isteri orang.
  2. Kaya boleh, tapi jangan cara mencuri atau menipu uang rakyat.


Tidak ada orang, baik itu Islam atau bukan Islam, yang menganggap zina itu baik. Kalau terjadi juga, itu karena manusia sudah jadi syaitdan dan nafsunya sudah jahat sekali. Namun hati kecilnya tetap menolak; artinya dia senantiasa dalam keadaan melawan hati kecilnya. Orang ini tidak tenang hidupnya. Dia diburu rasa bersalah dan berdosa sepanjang masa.

2.4.  Akhlak yang baik, budi pekerti yang mulia yakni berbuat kebaikan sesama manusia sehingga dapat menghibur hati manusa, semua orang suka. Bagi orang yang suka menyakiti hati orang lain sebetulnya dia pun tidak mau orang lain menyakiti hatinya dan suka kalau ia dihibur. Begitulah fitrah. Maka Islam agama fitrah ini datang memerintahkan agar manusia berakhlak baik sesama manusia. Sabda Rasulullah SAW, Sebaik-baik manusia ialah manusia yang paling banyak membuat kebaikan untuk manusia lain.

Dengan itu, siapa saja yang berakhlak buruk dengan sesama manusia, seperti sombong, bakhil, hasad dan lain-lain, berarti dia menentang Allah dan juga menentang fitrahnya. Orang begini bukan saja dimurkai Allah tapi dia membenci dirinya sendiri. Hidupnya tidak akan tenang dunia akhirat.
Kalau manusia saling mengisi fitrah, aman damailah masyarakat. Tapi apa yang terjadi sekarang kita susahkan orang tapi minta orang jangan susahkan kita. Al hasil sengketa semakin merata.

Begitulah uraian tentang indahnya Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Dan siapa yang tidak ikut Islam artinya menentang fitrahnya. Walaupun mereka kaya-raya, mempunyai jabatan tinggi dan banyak ilmu, tidak akan tenang hidup mereka di dunia apalagi di akhirat. Karena bukan saja dia bermusuhan dengan Allah tapi juga bermusuhan dengan dirinya sendiri. Pada lahirnya manusia nampak ia senang-senang tapi hatinya hanya Allah saja yang tahu; kosong, gelisah, tersiksa, serba salah dan mudah marah.

Di Barat hari ini, orang yang kelihatan bijak pandai dan hidup senang dilaporkan banyak yang terkena sakit jiwa. Sehingga jumlah orang yang masuk rumah sakit jiwa melebihi jumlah orang yang masuk ke universtas dan kolej. Di Timur, umat Islam yang sudah rusak imannya karena terlalu menuruti nafsunya sedang menghadapi hal yang sama. Cara hidup yang mereka pilih telah menghantarkan mereka ke lembah masalah dan kesusahan.

Hanya Islam satu-satunya agama yang sistem hidupnya benar dan terbaik untuk diikuti. Yakni kehidupan Sunnah yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin serta semua salafussoleh. Dengan mencontohi mereka, niscaya manusia akan kembali kepada fitrah murninya dan akan bahagia di dunia dan akhirat. Antara ciri-ciri hidup mereka adalah :
  1. Beriman dan bertaqwa
  2. Beribadah dan berzikir.
  3.  Berakhlak mulia dengan Allah dan sesama manusia.
  4. Berjuang dan berjihad dengan Allah dan sesama manusia.
  5. Berkorban pada jalan Allah.
  6. Menuntut ilmu dunia dan akhirat untuk melaksanakannya.
  7. Bekerja mencari rezeki yang halal, di samping membangunkan tamadun ummah.
  8. Taat dan patuh pada Allah, pada Rasul dan pada pemimpin yang taat kepada Allah.
  9. Berkasih sayang.
  10. Saling membantu dalah kebaikan dan menolak kejahatan.
  11. Bermaaf-maafan.
  12. Bertenggang rasa di seputar masalah atau di sudut-sudut yang dibolehkan.


continue reading 05. KEINDAHAN ISLAM